Sabtu, 13 Agustus 2011

Orang yang diurapi Tuhan-Sebuah sikap dari Daud

Aku sudah beberapa kali membacanya, tapi jujur, aku belum benar-benar memahami ceritanya, setiap kali kubaca lagi, pemahamanku kian bertambah, pengertian-pengertian itu kian baru bagiku. Tapi itu tidak terlalu penting, bukankah memang seharusnya demikian? Kita tidak akan pernah mencapai level pengetahuan Tuhan, ibarat langit dan bumi, bahkan sebenarnya lebih dari itu, sebab Tuhan Itu tidak terbatas. Sementara kita, Paulus mengatakan: “pengetahuan kita tidak lengkap”~1 Korintus 13:9. Jadi tidak salah jika kita perlu membaca setiap hari.

Namun baiklah, itu tidak menjadi alasan untuk menghentikan niatku, sebab aku sudah bertekad untuk mendiskusikannya. Nat’snya ada di 2 Samuel 1: 14-16, namun aku tidak akan merinci kata-kata nat’s itu di sini, karena barangkali anda akan terdorong meraih Alkitab anda dan membacanya. Sebenarnya anda perlu membaca dari ayat 1 bahkan dari pasal-pasal sebelumnya, supaya ceritanya lengkap.

Pada waktu itu salah satu tentara dari pihak Saul, seorang Amalek, dengan pakaian terkoyak-koyak datang kepada Daud, memberitahukan bahwa Saul sudah mati. Cara mati Saul sebenarnya sangat mengenaskan. Pertama dia kena panah oleh tentara Filistin yang melukainya dengan parah dan hanya menunggu waktu saja bagi orang Filistin menemukan dia dan menghabisinya. Oleh sebab itu dia minta pembawa senjatanya menghunus pedangnya dan menikam Saul karena dia tidak mau mati dan dipermainkan orang-orang tak bersunat. Pembawa senjatanya tidak mau karena segan sehingga Saul mengambil sebuah pedang dan menjatuhkan dirinya ke atasnya. Ketika pembawa senjatanya melihat Saul sudah mati, dia juga mengambil pedangnya dan menjatuhkan diri ke atasnya dan mati.

Akan tetapi pada tahap itu Saul belumlah benar-benar mati, dia diserang kekejangan tapi masih bernyawa. Kemudian dia menoleh ke belakang dan melihat salah satu dari tentaranya, si orang Amalek dan memanggil dia dan menyuruh orang Amalek itu membunuhnya. Demikianlah orang Amalek itu memenuhi permintaan Saul karena tahu Saul tak mungkin hidup lagi dalam keadaan seperti itu.

Sebelumnya, mari kita sejenak ke cerita antara Saul dan Daud, kita semua sudah tahu ceritanya, Saul benci kepada Daud. Para perempuan dari segala kota Israel yang pertama bikin gara-gara. Suatu kali, ketika Daud kembali seusai mengalahkan orang Filistin, para perempuan ini datang menyongsong raja Saul sambil menyanyi, menari-nari dan memukul Rebana, mereka bernyanyi berbalas-balasan: “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa”. Sejak saat itulah Saul selalu mendengki kepada Daud. Saul berusaha mencari cara untuk membinasakan Daud, beberapa kali Saul menombak Daud, tetapi Daud selalu bisa mengelak; Saul juga menempatkan Daud di barisan depan segala tentara, tetapi Tuhan menyertai Daud sehingga dia berhasil di seluruh perjalanannya. ~1 Samuel 18. Ironisnya, justru Daud yang memiliki kesempatan sampai 2 kali untuk membunuh Saul ~pasal 24 & pasal 26. Namun Daud tidak mau melakukannya, bukan karena apa-apa, alasannya hanya 1, dia tidak berani menjamah “orang yang diurapi Tuhan”. Saul menjadi musuh Daud seumur hidup Saul.~ayat 28

Jika cerita ini di sinetron, kita tentu sudah bisa menyambung cerita ini sampai selesai, atau setidaknya kita sudah tahulah kira-kira gambarannya akan seperti apa. Tetapi anda perlu mengikuti sampai selesai, sama sekali bertolak belakang dengan versi sinetron. Mengetahui Saul adalah musuh Daud, si orang Amalek mungkin berpikir bahwa Daud akan senang mendengar berita yang disampaikannya, atau setidaknya perasaan Daud akan biasa-biasa saja. Satu yang tidak disadari oleh orang Amalek ini dan sebagian besar dari kita adalah: “Daud ini memiliki hubungan yang sangat intim dengan Tuhan, dia mengenal Tuhan lebih dalam, mungkin dari kita semua”. Sementara kita mengartikan “orang yang diurapi Tuhan” secara biasa-biasa saja, Daud mengartikan itu seperti apa adanya dan memahami apa saja yang terkandung dalam kata-kata itu. Sebenarnya banyak alasan manusiawi bagi Daud untuk senang mendengar Saul mati, atau setidaknya menyikapi kematian Saul sebagai hal yang biasa saja. Di antaranya adalah ketika Saul membunuh para imam di Nob dimana sebelumnya Ahimelekh berbuat baik pada Daud. Namun semua itu tidak ada artinya bagi dia dibandingkan dengan bagaimana ‘menghormati dan mentaati Tuhan’. Itulah alasannya mengapa kita memiliki sikap dan tindakan yang berbeda dengan Daud dalam menangani Saul ini.

Begitu Daud mendengar cerita si orang Amalek mengenai kematian Saul, Daud mengoyakkan pakaiannya dan semua orang yang bersama dengan dia melakukan hal yang sama. Kemudian mereka meratap, menangis dan berpuasa sampai matahari terbenam, karena Saul, karena Yonatan anak Saul, sahabat Daud, dan karena Israel umat Tuhan. Setelah itu, Daud mengurus si orang Amalek, menanyakan asal-usulnya dan berkata: “Bagaimana? Tidakkah engkau segan mengangkat tanganmu dan memusnahkan orang yang diurapi Tuhan?” Lalu Daud memanggil salah seorang anak buahnya untuk memarang orang Amalek itu sampai mati karena dia telah membunuh orang yang diurapi Tuhan.~2 Samuel 1: 16

Kita juga sudah tahu bahwa oleh karena ketidaktaatan Saul, Tuhan sudah undur dari Saul. Namun itu tidak mengurangi sikap Daud memperlakukan Saul sebagai orang yang diurapi Tuhan. Daud tahu arti dan harga dari sebuah pengurapan dan kita tak akan bisa mengukurnya. Itu mengartikan kepada kita, bagaimana dalamnya pandangan Daud akan Tuhan dan akan hidup.

Seandainya kita yang sekarang berada di zaman Kasih Karunia ini, hidup di zaman Daud atau zaman sebelum Kristus datang (sebelum Masehi), aku coba bertanya-tanya berapa orang yang akan mati kena parang seperti orang Amalek itu karena tidak segan atau berlaku kurang ajar terhadap orang yang diurapi Tuhan. Coba kita hitung satu persatu, kita mulai dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang berlaku kurang ajar terhadap Yesus, kemudian orang-orang yang kurang ajar terhadap rasul-rasul, orang-orang di zamannya pahlawan-pahlawan iman hingga orang-orang yang mengaku mereka orang-orang yang diutus Tuhan akan tetapi pada saat yang bersamaan tidak tahu cara bersikap kepada orang-orang yang diurapi Tuhan. Ah, sungguh tidak terhitung, ternyata sangat banyak. Aku hanya bisa memandang kepada Kasih Karunia Tuhan, bersyukur dan meminta: “Tuhan, kiranya KasihMu senantiasa memenuhi hidupku sehingga aku tak akan pernah menjamah dan mengusik orang-orang yang Engkau urapi!”

Tidak ada komentar: